J. Sumardianta dan Dhitta Puti Sarasvati dibesarkan pada zaman kertas dan pensil. Membaca dan menulis.
Kekuatan mereka, sebagai generasi kapal selam, luwes bergerak perlahan di kedalaman makna. Kedua penulis berprofesi sebagai guru dan dosen.
Mereka pendatang baru dunia digital.
Mereka mengajar dan mendidik murid (mahasiswa) generasi speed boat.
Pergerakannya cepat di permukaan arus dangkal.
Generasi native digital yang technoliterate yang artinya unggul dalam speed dan multitasking.
Kedua penulis hidup pada masa transisi. Senja Gutenberg Fajar Zuckerberg.
Saat budaya baca tulis meredup ketika budaya kerumunan virtual merekah.
Tema besar buku ini transformasi didaktik (guru sebagai pengajar) dan pedagogik (guru sebagai pendidik) pada era kejayaan medsos.
Pada masa pandemi mendera, pembelajaran luring (offline) berubah menjadi daring (online) dengan segala konsekuensinya.
Guru dipaksa, terpaksa dan menjadi terbiasa melakukan pembelajaran jarak jauh.
Guru pun beradaptasi dengan kebiasaan baru. Supaya tetap relevan dengan tuntutan zaman virtual.
Pandemi membuat guru menjadi penyintas adaptif dan tahan uji.
Terutama guru SMP dan SMA yang dipaksa memiliki kecakapan minimal menggunakan perangkat dan platform pembelajaran jarak jauh.
Guru kapal selam bertemu murid speed boat.
Dua kekuatan eksplosif bila keduanya bersinergi.
Itulah kabar baik dunia pendidikan pada masa pandemi.
Pendidikan sebelum pandemi bercorak indoktrinatif, mencekoki, alienatif, materialisme kurikulum, bahan ajar melimpah ruah, represif, penuh larangan, birokrasi mengekang, dan administrasi kaku.
Pandemi yang terjadi pada masa kejayaan medsos mencerahkan dan menyadarkan guru agar eksploratif, memandirikan murid, kontekstual dengan lingkungan, menjadi fasilitator bukan diktator, mengagungkan rasa ingin tahu, luwes, dan tepat guna.