Salah satu tokoh sufi terkemuka yang pernah dimiliki umat Islam adalah Syekh Ibnu Arabi.
Beliau sangat terkenal dengan ajaran Wihdatul Wujud, sebuah paham yang cukup kontroversial.
Menurutnya, tidak ada sesuatu pun yang wujud kecuali Allah.
Segala yang ada selain Allah adalah penampakan (tajalli) sifat-Nya.
Keberadaan semua makhluk tergantung pada wujud-Nya.
Manusia yang paling sempurna adalah yang perwujudan tajalli Tuhannya paling sempurna.
Paham wihdat al-wujud Syekh Ibnu Arabi berpengaruh besar di Indonesia.
Konsep ajaran wihdat al-wujud di Nusantara mula-mula dikenalkan oleh Syekh Hamzah Fansuri, Syekh Syamsudin as-Sumatrani dan Syekh Abdus Samad al-Palimbani lalu menyebar ke seluruh daerah di Nusantara.
Masyarakat kita pun mengenal karya utama beliau yang monumental yakni kitab Futuhat Al-Makkiyyah dan kitab Fushush Al-Hikam.
Kedua kitab ini sangat penting dan tak mudah untuk dipelajari, sebab mengulas kedalaman makna hakikat dan makrifat dalam ilmu tasawuf.
Kitab ini merupakan rangkuman kitab Futuhat Al-Makkiyah.
Karya Syekh ini memang harus dibaca berkali-kali, seperti halnya kopi yang tak bisa disruput hanya sekali. Sruputtt...Sruputttt.
Buku ini berisi ringkasan pandangan dan pengalaman batin Ibnu al-Arabi terkait keilahian dan segala misteri yang melingkupinya.
Kitab ini, tak diragukan lagi, adalah salah satu karya pemikirannya yang paling besar dan paling berpengaruh karena memiliki keorisinilan yang tinggi.
Gaya penulisannya yang ringkas dan padat menjadikan buku ini mudah dipahami sekaligus menjadi pendobrak keilmuwan dari para pemikir Islamn yang selama ini dianggap sudah mapan.
Keunikan beliau ada pada terhubungnya antara nalar intelektual dengan pengalaman batin.
Karya-karyanya dengan demikian tidak hanya logis melainkan juga penuh hikmah.
Ibn Arabi, dalam buku ini mencoba mengkolaborasi hikmah-hikmah Ilahi yang terdapat dalam 27 nabi dalam Al-Qur'an ( Adam, Syis, Nuh, Idris, Ibrahim, Ishaq, Ismail, Yaqub, Yusuf, Ayyub, Yahya, Zakariyya, Ilyas, Luqman, Harun, Musa, Hud, Salih, Syuayb, Luth, Uzayr, Isa, Sulayman, Dawud, Khalid dan Muhammad ).
Masing-masing nabi memiliki karakter hikmah partikular yang membedakannya dari hikmah yang dimiliki oleh nabi-nabi lain.
Yang menarik adalah bahwa buku ini bukanlah ditulis berdasarkan atas metode penalaran intelektual sistematis, sebagaimana yang lazim bagi penulis-penulis lainnya.
Seperti pengakuannya sendiri dalam pendahuluan, buku ini ditulis berdasarkan ilham intuisi yang diterimanya secara spiritual.
Buku ini terlahir dari perintah Nabi Muhammad secara langsung, yang menyuruh Ibn Arabi menyebarkan buku tersebut.
Ibn Arabi sendiri mengakui bahwa buku Fushush Al Hikam yang telah ditulisnya tersebut, secara utuh benar-benar merupakan langsung dari Nabi.
Tidak ada sedikit pun penambahan atau pengurangan di dalamnya.