“Dil, Saudaraku, inilah surat-suratku: menirukan suara-suara liar dari jalanan, gang-gang kampung,
sudut-sudut desa, napas dan bau keringat berjuta orang yang dibelakangi oleh perkembangan ...
inilah surat, dari pojok-pojok sejarah, dari pinggiran tandus ladang-ladang yang disebut kemajuan ....”
Emha Ainun Nadjib, banyak sebutan untuknya: budayawan, penulis, seniman, bahkan ada yang menyebutnya “Kiai Mbeling”. Tapi, dia tak pernah peduli terhadap semua sebutan tersebut.
Dia adalah Cak Nun, pengembara spiritual yang mencari makna cinta sejati melalui perjalanan kemanusiaan.
Pengembaraan yang membawanya ke dalam pusaran peristiwa-peristiwa penting bangsa, termasuk turunnya Soeharto dan mulainya era Reformasi.
Buku ini diberi judul Dari Pojok Sejarah, renungan seorang Emha Ainun Nadjib terhadap perjalanan sekelompok manusia dan wilayah yang menisbahkan diri sebagai bangsa yang bernama Indonesia.
“Apabila yang kuomongkan ini sesat (demikian doa sila kelima ini kutiru dari ayat-Nya), maka kesesatan itu berasal dari diriku sendiri. Tetapi apabila tulisan liar ini ternyata ada benarnya, maka, tak lain, kebenaran itu bersumber dari rahasia Allah yang entah bagaimana: nongol begitu saja.”